1. Orang Tuanya
Ayahnya : Abdullah bin Al-Jarrah, meninggal lama sebelum Islam, dan dikatakan juga bahwa ia turut dalam perang Badar dalam barisan kaum musyrikim, dan kami telah meruntuhkan pendapat ini karena tidak ada sanadnya yang benar dalam riwayat tersebut.Ibunya : Umaimah binti Ghanim bin Jabir bin Abdul Uzza bin Amirah bin Amirah bin Wadiah bin Al-Harits bin Fihr, seorang Quraisy dari bani Fihr.
Dan ia adalah putri dari ayahnya Abu Ubaidah, Ia menjumpai Islam dan kemudian menyatakan keislamannya Radhiyallahu Anha.
2. Istri-Istrinya
- Hindun binti Jabir bin Wahab bin Hujair bin Abdu bin Ma’ish bin Amir bin Lu’ay
- Ibnu Sa’ad dan yang lainnya menyebutkannya dan mengatakan bahwa ia memberinya dua putra yaitu Yazid dan Umair
- Thaifah : ia telah disebutkan ketika kita berbicara tentang sakit nya Abu Ubaidah dan wafatnya.
3. Dua Putranya (Yazid dan Umair)
Disebutkan oleh Ibnu Sa’ad, Ibnu asakir, dan yang lainnya bahwa kedua putranya telah meninggal sehingga garis keturunan Abu Ubaidah menjadi putus, maka tidak ada lagi yang tersisa dari keturunannya.4. Sosok yang Akan Selalu dikenang Sepanjang Masa
Abu Ubaidah wafat dengan begitu tenang, sebuah akhir yang damai sedamainya iman jika telah tertanam di jiwa orang-orang yang benar. Ia pun dimakamkan di tanah yang tenang, sebuah tanah yang turut menundukkan dirinya ketika memeluk jasad seorang laki-laki yang dipenuhi oleh sikap tawadhu’ dan keikhlasan mulai dari ujung rambut hingga ujung kakinya, dan bercampur dengan seluruh daging dan tulang-tulangnya.Shahabat yang sangat menjaga amanah ini berpulang dengan sebuah kehormatan yang disematkan oleh Tuhannya Subhanahu wa Ta’ala yang ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri. Sebuah kehormatan yang menjadi idaman para shahabat besar seperti Umar Al-Faruq. Abu Ubaidah pun mendapat julukan istimewa dengan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Orang yang paling terpercaya dari umat ini adalah Abu Ubaidah.”
Pahlawan mujahid tersebut telah pergi. Ia merupakan salah satu di antara tokoh besar yang turut membawa risalah kebenaran, kebaikan, dan petunjuk. Mereka berhasil menerangi alam dari kegelapannya, memberikan rasa tenang setelah didera rasa takut yang mencekam. Mereka memberikan keadilan dan kasih saying, bahwa semua manusia adalah sama, dan menguak kembali nilai yang dimiliki oleh fitrah dan kedudukan akal serta keagungan alam dan peran manusia sebagai seorang khalifah yang mengemban tugas dari Allah. Abu Ubaidah berada di barisan terdepan dari pasukan yang membebaskan negeri Syam dari cengkeraman kemusrikan, dan membebaskan fitrah dari apa yang selama itu menutupinya. Ia mengembalikkan apa yang menjadi hak manusia, dan juga kebebasan dan kehormatannya. Maka nama Abu Ubaidah telah menjadi judul dari buku-buku yang berbicara tentang kebanggan sebuah penaklukan dan pembebasan seorang hamba dari penghambaan terhadap sesame hamba menuju penghambaan kepada Allah semata, dan dari kezhaliman agama-agama palsu menuju keadilan Islam, serta dari kesempitan dunia menuju kelapangan dunia dan akhirat.
Kisah hidup Abu Ubaidah merupakan model yang sangat istimewah dari metode yang dimiliki Islam dalam mendidik umatnya. Menjadi kewajiban bagi seluruh umat Islam untuk membaca kisah hidupnya, merenungkannya, dan mencontohnya agar mereka bias terbebas dari debu kelemahan dan ketidak berdayaan. Agar mereka bisa hidup dengan kehormatan, dan melepaskan tuduhan-tuduhan palsu, yang dikemas dalam bentuk toleransi beragama, yang dilemparkan oleh budak-budak nafsu yang berusaha mengaburkan kebenaran Islam, dan menjauhkan umatnya dari hakekat dan sejarahnya. Dengan demikian umat ini mampu memasuki gelanggang kepahlawanan dalam Islam dan memahami dengan benar risalah jihad dan berbagai penaklukan yang terjadi dalam sejarah mereka. Dengan membawa sejarah perjalanan Abu Ubaidah dan para penakluk besar Islam lainnya di satu tangan, dan membawa kita Tuhannya pada tangan yang lain, dengan membaca firman Allah Ta’ala “Dan jika engkau (Muhammad) khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berkhianat. Dan janganlah orang-orang kafir mengira, bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sungguh, mereka tidak dapat melemahkan (Allah). Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kami miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya.”109
Keadilan dan kekuatan merupakan dua sayap Islam dan asas dari kebijakan politiknya. Inilah yang dipahami betul oleh Abu Ubaidah dan orang-orang yang sebelumnya dan bahkan orang-orang yang datang setelahnya yang meneruskan perjuangannya dan para mujahidin secara umum.
Bukan Islamnya yang dijadikan sasaran oleh para penghujat sebagai poin dalam menjatuhkan umat, dan merusak akhlak mereka, atau menghapus kepribadian mereka, dan merusak hakekat mereka.
Bukan islam juga yang diserang oleh mereka yang melampaui batas, yang suka memutar balikkan fakta, dan menjadikan agama sebagai mainan orang-orang bodoh dan penuh kemunafikan.
Walaupun sang pahlawan mujahid Abu Ubaidah meninggal dengan damai, syahid karena menderita penyakit tha’un, dan dikuburkan di sebuah negeri damai, serta tidak meninggalkan keturunan, maka sesungguhnya namanya tetap menggantung tinggi, perjalanan hidupnya yang indah serta kontribusinya yang begitu besar telah mewangi di cakrawala, dan menjadi buah bibir sejak jasadnya di timbun dengan tanah hingga waktu yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala.
Setiap jengkal dari tanah Syam menjadi saksi kebaikan bagi Abu Ubaidah, dan berhutang keutamaan kepadanya, serta senantiasa meninggikan panji-panji penghargaan baginya. Setiap muslim, dan bahkan setiap manusia di negeri yang luas tersebut berhutang kepadanya atas segala kebaikan, keadilan, dan kasih sayang yang mereka terima atas jasanya.
Seluruh pujian dan pengakuan mereka kepadanya akan senantiasa sampai kepadanya. Selama di negeri tersebut masih ada jantung yang berdetak, mata yang mengedip, dan lisan yang basah menyebut jasa-jasanya yang kekal.
Begitu banyak orang besar yang hidup sebelum dan sesudah Abu Ubaidah, dan mendapatkan kekayaan yang luar biasa dalam hidup mereka, serta dikaruniai oleh anak yang banyak dan menjadi kebanggaan bagi mereka. Lalu mereka mendapatkan kedudukan tinggi yang menjadi kecemburuan bagi banyak orang. Kemudian satu persatu mereka mulai gugur dan berlalu, sejarahpun luput memperhatikan mereka, sehingga mereka mulai dilupakan, dan bumipun seolah menelan kenangan-kenangan tentang mereka, dan akhirnya menghilang sama sekali. Di mana mereka sekarang?
Adapun Abu Ubaidah yang tidak meninggalkan keturunan, telah meninggalkan di belakanganya begitu banyak generasi muslim dan diikuti oleh generasi-generasi lainnya hingga waktu yang dikehendaki Allah, generasi yang lainnya senantiasa mendoakannya, dan menceritakan kisah hidupnya kepada anak-anak mereka, dan mencontoh kemuliaan pribadinya. Juga generasi yang menuliskan kisah kepahlawanannya dalam banyak buku dan artikel, dan mengimplementasikan sebagian sikapnya dalam kehidupan mereka. Sekolah-sekolah mereka, masjid-masjid, yayasan-yayasan, jalan-jalan, dan kota-kota mereka tak berhenti mendengungkan namanya. Itulah kehidupan yang sebenarnya, dan itulah warisan yang terus membumbung tinggi dimana setiap orang berharap akan dikenang seperti itu atau tidak mendekatinya.
Abu Ubaidah mengabdikan dirinya kepada Islam dan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk Islam. Ia meninggal saat masih memegang panji di tangan kanannya, dan dengan itu orang akan terus mengingatnya, dan namanya pun akan tetap kekal dalam wajam zaman. Selamat baginya atas kenangan yang kekal tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar